Perbedaan subyek epistemologi dan filsafat ilmu?

Dengan Nama-Nya Yang Mahatinggi


Pengguna Site Tanya Islam Yang Budiman, 

Untuk menjelaskan permasalahan ini kiranya perlu
dijelaskan terlebih dahulu secara ringkas tentang filsafat ilmu dan
epistemologi, demikian juga tentang definisi keduanya. Kemudian menjelaskan
ihwal perbedaan dan hubungan yang terajut di antara keduanya.

Epistemologi yang merupakan bagian dari filsafat bermakna
mengenal pengetahuan. Artinya tentang bagaimana kita dapat mencapai pengetahuan
dan pengenalan. Dalam definisi tentang epsitemologi disebutkan bahwa
epsitemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengenalan-pengenalan
manusia, penilaian jenis dan penentuan kriteria benar-salahnya pengetahuan.[1]
Karena itu, subyek epistemologi adalah mutlak pengenalan dan pengetahuan. Dan
berdasarkan keluasan cakupan subyek epistemologi, para epistemolog membaginya
menjadi dua:

  1. Epistemologi mutlak
  2. Epistemologi terbatas[2]

Yang kami maksud dengan epistemologi mutlak adalah bagian
konsepsi epistemologi yang tidak terkhusus pada bidang ilmu tertentu, melainkan
mencakup seluruh bidang pengetahuan.
Epistemologi terbatas (muqayyad) adalah bagian
konsepsi epistemologi yang terbatas dan terkhusus pada bidang ilmu tertentu dan
tidak mencakup seluruh bidang pengetahuan manusia.
[3]

Masalah
terpenting epistemologi mutlak adalah apa yang menjadi kriteria pengetahuan
yang benar dan sejalan dengan realitas? Atau apakah benar (true) itu?
Atau bagaimana pelbagai proposisi dapat dibedakan antara yang benar (true)
dan salah (false)? Dan masalah-masalah yang semisal dengan hal ini.[4]

Akan tetapi
dalam bagian filsafat ilmu poin penting yang harus disebutkan adalah bahwa
belum tercapainya kesepakatan paripurna terkait dengan kuiditas filsafat ilmu.
Namun dengan menelaah karya-karya para filosof ilmu, kita dapat menjelaskan
empat pandangan ihwal definisi filsafat ilmu dan tugas yang diemban oleh filsafat
ilmu:[5]

A.  
Klasifikasi pandangan dunia makro
dan kesesuaiannya dengan pelbagai konsepsi ilmah

B.   
Menampakkan secara lahir pelbagai
pra-supposisi dan kecendrungan batin para ilmuan dalam mengemukakan dan menilai
pelbagai konsepsi ilmiah.

C.  
Analisa dan paparan pelbagai
pahaman dan konsepsi ilmiah.

D.  
Telaah tentang kuiditas ilmu dan
jawaban atas beberapa pertanyaan sebagai berikut:

    
1.    Faktor-faktor apa yang membedakan riset ilmiah dengan riset-riset yang
lain?

    
2.    Para ilmuan dalam menelaah tabiat (nature) metode-metode dan
konsepsi-konsepsi apa yang harus mereka ikuti?

    
3.    Syarat-syarat yang harus disediakan guna membuat valid sebuah penjelasan
ilmiah?

    
4.    Apa kedudukan aturan dan kaidah ilmiah dari sudut pandang epistemologis?[6]

 

Adapun subyek
dalam filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri dan esensi ilmu berasal dari satu
arah dan identitas khusus.[7]

Nah, dengan
memperhatikan pendahuluan ini, kini kita ingin menjelaskan perbedaan antara
epistemologi dan filsafat ilmu.

Epistemologi dari
pelbagai sisi memiliki kesamaan dengan ilmu-ilmu yang lain. misalnya kesamaan
dari sisi struktur atau kesamaan pada sisi metode dan bahkan pada subyek dan
cakupan permasalahan.

Di antara
persamaan ilmu-ilmu ini dengan epistemologi adalah psikologi filsafat, ilmulogi
filsafat, filsafat ilmu-ilmu dimana berangkat dari sini kita akan membahas
perbedaan antara epistemologi dan filsafat ilmu.[8]

Filsafat
ilmu-ilmu baik ilmu empirik bahkan ilmu-ilmu sosial seluruh pengetahuan yang
disebutkan lebih dekat kepada epistemologi. 
Sedemikian dekatnya sehingga cukup pelik untuk mencari perbedaan antara
epistemologi dan filsafat ilmu-ilmu.

Dengan melihat
secara selintasan terhadap masalah-masalah filsafat ilmu-ilmu dapat ditilik
bahwa bagian pentingnya terbentuk dari masalah-masalah epistemologi.

Sebagai misal pada
filsafat ilmu-ilmu empirik masalah ini mengemuka bahwa apa yang menjadi
kriteria benar dan salahnya proposisi-proposisi empirik? Atau apakah hanya
indera yang memiliki kemampuan untuk menyingkap hakikat? Dan sebagainya.
Sekarang, dengan memperhatikan contoh-contoh yang disebutkan, apakah perbedaan
antara epistemologi dan filsafat ilmu-ilmu dapat dirasakan? Dengan menyimak
secara seksama pada dua disiplin ilmu ini kita jumpai bahwa kebanyakan
masalah-masalah tersebut adalah satu. Karena itu, kita sampai pada kesimpulan
bahwa bagian inti filsafat ilmu adalah pembahasan epistemologi. Namun
perbedaannya sebagaimana yang disinggung di atas terletak pada mutlak dan
bersyaratnya epistemologi. Karena dalam filsafat ilmu-ilmu mengulas pembahasan
khusus dan dibandingkan dengan epistemologi sifatnya lebih terbatas. Karena
itu, epistemologi dibagi dua menjadi epistemologi mutlak dan bersyarat. Dan
filsafat ilmu-ilmu tergolong sebagai epistemologi bersyarat sebagai lawan kata
dari epistemologi itu sendiri. Karena memiliki keluasan yang lebih dan
dipandang sebagai sebuah epistemologi mutlak.[9]

Sebagai hasilnya
epistemologi dan filsafat ilmu-ilmu sangat dekat satu dengan yang lain. Akan
tetapi pada epistemologi kita membahas secara mutlak pengetahuan. Sementara
dalam filsafat ilmu dibahas secara khusus dan terbatas. Dan hubungan di antara
keduanya adalah hubungan umum dan khusus mutlak (dalam bahasa penanya,
beririsan). Artinya epistemologi lebih umum daripada filsafat ilmu.

Namun semenjak
kapan filsafat ilmu mengemuka sebagai satu disiplin ilmu tersendiri dapat
dikatakan bahwa filsafat ilmu dihubungkan dengan kebanyakan cabang lain
filsafat, filsafat ilmu ini masih tergolong baru dan belia. Apabila sebagian
pandangan Aristoteles, Francis Bacon pada abad ke-16, dan sebagian kecil
pemikir abad ke-19, kecuali Stuart Mill dan Husserl, maka pembahasan-pembahasan
seriusnya secara terfokus dan detil pertama kalinya pada abad ke-20 disebarkan
oleh para penganut Positivisme logis.[10][]


Sumber: Islam Quest


[1]. Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Amuzesy Falsafeh, jil. 1, hal. 153,
Nasyr-e Bainal Milal, cetakan ke-7, 1386 S.

[2]. Muhammad Husain Zadeh, Pazuhesy Thatbiqi dar Ma’rifat-e Syinasi Ma’ashir,
hal. 15, Qum, Muassasah Imam Khomeini, cetakan ke-2, 1385 S.

[3]. Ibid, hal. 16. 

[4]. Ibid, hal. 17.

[5]. John Lazi, Dar
Âmadi Târikhi bar Falsafe-ye Ilm
, terjemahan ‘Ali Paya, hal. 16, Muassasah
Imam Khomeini, cetakan ke-1, 1387 S

[6]. Ridha Habibi, Dar Âmadi bar Falsafe-ye Ilm, hal. 47, Muassasah Imam
Khomeini, cetakan ke-2, 1387 S.

[7]. Ibid, hal. 52.

 [8]. Muhammad Husain Zadeh, Op Cit, hal. 29.

[9]. Ibid.

[10]. John Lazi, Op Cit, hal. 1. 

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.