Apakah tiadanya Iblis bermakna tiadanya media manusia untuk menyempurna?

                                  <div style="text-align: center;"><b><font size="3" face="Lucida Sans">Dengan Nama-Nya Yang Mahatinggi</font></b></div><div><font size="3" face="Lucida Sans"><br></font></div><div><b><font size="3" face="Lucida Sans">Pengguna Site Tanya Islam Yang Budiman,</font></b></div><div><font size="3" face="Lucida Sans"><span lang="IN" style="line-height: 150%; text-align: justify;">Harap diperhatikan bahwa k</span><span style="line-height: 150%; text-align: justify;">endati peran Iblis dari kalangan jin dan manusia

merupakan satu peran urgen dan harus ada, akan tetapi masalahnya siapa yang
memainkan peran tersebut. Karena hal itu dilakukan dengan pilihan dan kehendak. Keterpaksaan dan determinisme tidak berasal dari Tuhan. Allah Swt tidak menciptakan Iblis sebagai Iblis. Selama bertahun-tahun lamanya (enam ribu tahun)[1] Iblis adalah ahli ibadah dan  sekedudukan para
malaikat.  Akan tetapi setelah itu ia
memilih mengikut kehendaknya sendiri dan berdasarkan takabur dan akibat penyimpangan
ia terjauhkan dari rahmat Tuhan.

Sebagaimana perbuatan yang dilakukan Yazid; artinya Yazid dengan pilihannya sendiri ia menerima peran ini. Oleh itu, Yazid tidak dapat berkata Tuhanku! Mengapa engkau menciptakan aku. Tuhan menjawab bahwa penciptaan peranmu itu merupakan sebuah keharusan. Dan apabila ia berkata mengapa saya harus memainkan peran ini? Tuhan akan menjawab bahwa peran ini engkau pilih dan hendaki, dan engkau boleh tidak menjadi Yazid dan dengan demikian engkau akan mendapatkan dihukum atas perbuatanmu.

Dengan kata lain, di alam semesta ini, harus ada manusia-manusia jahat  sehingga manusia-manusia lainnya dengan berinteraksi dengan mereka dapat mencapai kesempurnaan. Misalnya Yazid itu harus menjadi orang jahat sehingga Imam Husain dan perbuatan yang dilakukan oleh Imam Husain mendapatkan nilai. Dalam kerangka ini, Imam Husain harus meraih derajat syahada dan mencapai makam yang paling tinggi. Akan tetapi Allah Swt tidak memaksa seseorang bahwa ia harus benar-benar menjadi Yazid. Manusialah dengan pilihannya sendiri menempatkan dirinya pada posisi tersebut. Oleh itu, Tuhan tidak diinterogasi dalam masalah ini misalnya ia berkata, mengapa saya harus memainkan peran Yazid, karena sekali-kali tidak ada determinisme dalam hal ini dan ia dapat dengan pilihannya sendiri untuk tidak berlaku sedemikian.

Dalam kaitannya dengan Iblis atau setan persis demikian adanya. Peran setan adalah bersifat mesti dan niscaya bagi kesempurnaan manusia. Namun peran ini dapat dijalankan oleh pembangkang lainnya dan tiada paksaan dan determinisme siapa pun orangnya. Yang menjadi obyek dan ekstensi pembangkangan dan pembrontakan ini, namun orang tersebut yang memiliki pengalaman bertahun-tahun ibadah (‘Azazil), dengan pilihannya sendiri, ia memilih akhir dan kesudahan yang tidak baik bagi dirinya. Karena itu, ia berusaha mencari supaya ada orang yang menggantikannya yang dapat memainkan peran setan dan sekali-kali ia tidak dapat menerima ampunan di sisi Allah Swt; karena tiada paksaan dan determinisme sekali pun dari sisi Allah Swt yang mendikte dan memaksanya memainkan peran seperti ini. Hal itu sebagai bagian dari paket yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia. [Tanya Islam.Net]

Source: Islam Quest

[1]. Nahj al-Balâghah, Khutbah Qâshi’a

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.