Apakah ucapan ini “Nabi Muhammad Saw menciptakan Adam As dengan izin Allah Swt” ada benarnya?

Dengan Nama-Nya Yang Mahatinggi

Pengguna Site Tanya Islam Yang Budiman, 

Dalam menjelaskan jawaban atas pertanyaan ini kiranya kami perlu menyebutkan beberapa poin sebagai berikut:

Pertama, seluruh eksisten di alam memiliki dua entitas. Pertama entitas ilmi yang berada di sisi Allah Swt yang disebut sebagai entitas cahaya (nuri). Kedua, entitas luaran (aini) seperti entitas di alam materi bagi seluruh entitas material. Entitas cahaya Rasulullah Saw telah ada sebelum segala eksisten dan menjadi media bagi teralisirnya entitas nuri dan sebagai ikutannya entitas luaran (aini) eksisten-eksisten lainnya. 

Dalam menjelaskan hal ini, terlepas dari dalil-dalil rasional dan eksplanasi irfani[1] juga terdapat dalil-dalil referensial (naqli) yang akan kami singgung sebagian di sini:

Namun kendati pada riwayat ini, arsy dicipta dari cahaya Rasulullah Saw namun kita memiliki beberapa riwayat yang menunjukkan hakikat ini bahwa “makhluk pertama” selagi ia merupakan satu hakikat dan entitas tunggal adalah hakikat seluruh empat belas maksum; di samping merupakan hakikat Rasulullah Saw ia juga merupakan hakikat satu per satu keluarga maksum Rasulullah Saw. Mereka pada suatu saat merupakan satu hakikat tunggal mereka juga berbilang. Kesemuanya merupakan penampakan-penampakan ruh tunggal dan hakikat yang satu. Seperti riwayat ini, Jabir bin Abdullah menukil dari Imam Muhammad Baqir As yang bersabda, “Allah Swt telah menciptakan empat belas cahaya dari cahaya agung-Nya empat belas ribu tahun sebelum penciptaan Adam kemudian empat belas cahaya itu adalah ruh-ruh kami.” Jabir berkata, “Saya bertanya kepada Imam Baqir ihwal nama-nama empat belas cahaya tersebut.” Beliau bersabda, “Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan sembilan keturunan Husain yang kesembilannya adalah Qaim (orang yang akan bangkit untuk menegakkan keadilan) kami.”[6] Imam Muhammad Baqir As bersabda, “Wahai Jabir! Makhluk pertama yang diciptakan Allah Swt adalah Muhammad dan keluarganya yang mendapat petunjuk. Oleh itu mereka adalah asybah (bayangan-bayangan) cahaya di hadapan Allah Swt. Jabir berkata, “Saya berkata asybah itu apa? Imam Muhammad Baqir As bersabda, “Bayangan cahaya, badan-badan cahaya tanpa ruh yang menyokong ruh tunggal dan ia adalah ruh al-qudus..”[7]

Riwayat ini dengan penegasan sempurna menyatakan, “Mereka adalah badan-badan cahaya yang tidak memiliki ruh yang banyak; melainkan penyokong satu ruh dan ruh itu adalah ruh al-qudus dan dengan baik menjelaskan bahwa hakikat ruh dan jiwa seluruhnya adalah satu dan penampakan-penampakan (badan-badan cahaya atau bayangan-bayangan cahaya) yang berbilang.

Apa yang kita baca pada ziarah Jami’ah “wa anna arwahakum wa thinatakum wahidatun.” (Dan sesungguhnya arwah dan bahan dasar kalian adalah satu) menyinggung hakikat ini bahwa empat belas maksum adalah satu cahaya dan dari sisi ini mereka memiliki persatuan. Persatuan (ittihad) ini – yang juga merupakan perbedaan (ghairiyyat) – tidak hanya terdapat pada awal penciptaan namun pada sistem materi dan kehidupan duniawi dan hakikat mereka adalah satu dan mereka di samping memiliki bilangan bentuk dan penampakan antara satu dengan yang lain namun hakikat mereka satu dan menyatu.

Karena itu, ungkapan yang dilontarkan dalam pertanyaan, dengan apa yang terdapat pada ayat-ayat dan riwayat-riwayat, sesuai dan ada benarnya. Namun hal ini berbeda dengan ungkapan “Nabi Muhammad As menciptakan Nabi Adam As dengan izin Allah Swt.”

Kedua, wujud aini (luaran) dan material Nabi Saw bersumber dari wujud material dan luaran Nabi Adam bahkan wujud Nabi Adam merupakan media terealisirinya wujud Nabi Saw. [Tanya Islam.Net]

Diadaptasi dari Islam Quest


[1]. Paigah-e Hauzah, Bakhsy Pursesy wa Pasukh, Dar Mauride Khelqat-e Hadhrat Muhammad Saw qabl az Hadhrat Adam (Ihwal Penciptaan Nabi Muhammad Saw sebelum Nabi Adam As).

[2]. Tafsir Maudhui Qur’an Karim, jil. 8, hal. 30-31, Ayatullah Abdullah Jawadi Amuli.

[3]. Bihâr al-Anwâr, Allamah Majlisi, jil. 1, hal. 97, Bab 2, Haqiqat al-Aql wa Kaifiyatuhu, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran.  

[4]. Bihâr al-Anwâr, jil. 16, hal. 402, Bab 12, Nadir fî al-Lathâif fi Fadhl Nabiyyinâ.

[5]. Al-Mizân, Allamah Thabathabai, terjemahan Persia al-Mizan, Sayid Muhammad Baqir Musawi Hamadani, jil. 1, hal. 121, Daftar Intisyarat-e Islami.  

[6]. Al-Anwâr al-Sâthi’ah, Syaikh Jawad bin Abbas al-Karbalai, jil. 4, hal. 259, Dar al-Hadits Qum, Tanpa Tahun.

[7]. Bihâr al-Anwâr, jil. 25, hal. 4.

© 2025 Tanya Islam. All Rights Reserved.