Para ahli linguistik dan penafsir al-Qur’an secara umum, dengan ungkapan yang berbeda-beda, memaknai barokah dengan makna kebaikan dan manfaat yang bersifat tetap dan berterusan. Mereka berkata:
Berkah (barokah) artinya tetapnya kebaikan Ilahi pada sesuatu.[1] Barakât adalah kata jamak dari barakat (barokah) aslinya bermakna tsibat dan stabilnya sesuatu. Barokah disebutkan untuk segala karunia dan anugerah yang bersifat tetap sebagai bandingan dari makhluk-makhluk tanpa berkah yang segera sirna dan tak berbekas.[2] Barokah bermakna segala sesuatu yang banyak dan melimpah;[3] mencakup berkah-berkah material dan spiritual;[4] seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, usia dan lain sebagainya.
Dalam percakapan keseharian kita, barokah (berkah) bermakna banyak dan melimpahnya nikmat dalam menerima kebaikan. Sebagai contoh, tatkala orang-orang berkata semoga Allah Swt memberikan kepadamu keberkahan, maksudnya adalah semoga Allah Swt memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Dalam kebudayaan dan tradisi kita, berkah dan kata-kata yang sepadan dengannya dan kata rangkapan yang terbentuk dari kata dasar ini seperti tabarruk (mencari keberkahan) dan mubarak (semoga beroleh berkah) banyak digunakan dalam keseharian kita. Salah satu kata yang digunakan dalam bahasa al-Qur’an dan sabda-sabda para maksum As adalah kata barokah (berkah).
Dengan memperhatikan makna-makna yang telah diuraikan di atas, terdapat ragam topik yang mengemuka dalam al-Qur’an terkait dengan berkah; misalnya al-Qur’an diperkenalkan sebagai kitab yang penuh dengan keberkahan.[5] Karena dalam kalimat-kalimat, ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an, terdapat kebaikan hakiki bagi orang-orang yang benar-benar menginginkannya. Air dan hujan pada beberapa kondisi tertentu akan menghasilkan keberkahan dan nikmat yang melimpah.[6] Seorang nabi seperti Nabi Isa As diperkenalkan sebagai sosok yang memiliki keberkahan;[7] lantaran para nabi memberikan petunjuk dan kebahagiaan umat manusia apabila mereka mengikutinya. Demikian juga tanah suci Mekah dan Ka’bah,[8] Masjid al-Aqsha,[9] lailatul qadar,[10] dan lain sebagainya adalah tempat-tempat dan waktu-waktu yang dinilai mengandung berkah di dalamnya.
[1]. Raghib Isfahani, Mufaradât Alfâz Qur’ân, jil. 1, hal. 191, klausul “ba-râ-ka”.
[2]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 6, hal. 267, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S.
[3]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, terjemahan Persia, Muhammad Baqir Musawi Hamadani, jil. 8, hal. 254, Daftar Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kelima, 1374 S.
[4]. Muhsin Qira’ati, Tafsir Nûr, jil. 4, hal. 126, Markaz-e Farhanggi Dars-ha-ye az Qur’an, Teheran, Cetakan Kesebelas, 1383 S.
[5]. “Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab peringatan yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka mengapa kamu mengingkarinya?” (Qs. Al-Anbiya [21]:50)
[6]. “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (Qs. Qaf [50]:9)
[7]. “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada.” (Qs. Maryam [19]:96)
[8]. “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Mekah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Qs. Ali Imran [3]:96)
[9]. “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. Al-Isra [17]:1)
[10]. “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah pemberi peringatan.” (Qs. Al-Dukhan [44]:3)