Untuk apa diadakan majelis-majelis duka Imam Husain As

Pelbagai peristiwa yang telah terjadi di masa silam mengandung segudang pengalaman dan setumpuk pelajaran yang sangat berharga bagi setiap komunitas dan masyarakat lainnya. Apabila peristiwa tersebut merupakan sebuah peristiwa yang bermanfaat dan memiliki pengaruh serta keberkahan tersendiri maka peninjauan kembali, rekonstruksi dan menjaga peristiwa tersebut menjadi suatu hal yang niscaya lantaran akan menyisakan banyak pengaruh dan keberkahan. Sebaliknya, melupakannya akan memberikan kerugian yang tidak terkompensasi bagi umat manusia; lantaran peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada sejarah bangsa-bangsa menelan biaya yang sangat besar bagi setiap bangsa, baik biaya-biaya material atau pun biaya-biaya spiritual; seperti hilangnya manusia-manusia pilihan dan besar, penderitaan dan kesusahan yang menimpa sebuah bangsa dan seterusnya.

Karena itu, peristiwa-peristiwa besar ini memberikan pelajaran dan ibrah yang sangat berharga yang harus dipetik oleh manusia lantaran dapat menjadi modal besar bagi setiap bangsa, bahkan seluruh umat manusia. Dan, akal pun menghukumi bahwa modal-modal seperti ini harus dijaga dan dihidupkan serta diberdayakan setiap saat.

Tanpa ragu, kejadian tragis Asyura memiliki ragam dimensi. Tragedi Asyura merupakan salah satu peristiwa yang sangat menelan banyak biaya bagi umat manusia. Karena umat manusia harus menanggung biaya seperti kesyahidan Imam Maksum As (manusia sempurna) dan para sahabatnya yang setia serta penderitaan dan kepedihan yang menimpa keluarga dan anak-anaknya.

Dari sisi lain, peristiwa ini merupakan sebuah kejadian dan peristiwa yang bercorak personal dan individual (untuk kepentingan pribadi, kelompok atau suku tertentu), melainkan peristiwa Karbala dan kesyahidan Imam Husain bin Ali As dan para sahabatnya yang setia adalah sebuah school of thought (maktab) yang menawarkan pelbagai pelajaran, ibrah dan memiliki tujuan-tujuan seperti, tauhid, imamah, amar makruf dan nahi mungkar, pencarian hakikat, penentangan terhadap kezaliman, kemuliaan manusia, kehormatan dan sebagainya.

Apabila maktab pencetak manusia (sejati) ini, ditransformasi oleh setiap generasi manusia, maka umat manusia, akan meraih keuntungan maksimal sebagai kompensasi atas pelbagai biaya dan kerugian yang selama ini diderita. Namun apabila masalah ini diabaikan dan dilupakan, atau diselewengkan, maka kerugian maksimal akan ditanggung oleh umat manusia dan khususnya komunitas beragama dan religius. Dan, apabila kita saksikan pada sabda-sabda para Imam Maksum As[1] yang mendukung pelaksanaan majelis-majelis dan acara-acara duka Imam Husain As, maka hal itu dimaksudkan supaya maktab pencetak manusia Imam Husain senantiasa hidup, dinamis dan lestari dan kemenangan darah atas pedang, pencarian hakikat atas penentangan kebenaran akan senantiasa menjadi penerang dan pelita bagi jalan manusia laksana lentera nan terang.

Penegasan-penegasan para Imam Maksum As telah menyebabkan majelis-majelis duka Imam Husain As senantiasa hidup semenjak kesyahidan Imam Husain As hingga hari ini dalam bentuk sebuah aliran yang mengalir, aktif dan revolusioner. Ribuan penyair, penulis dan orator telah banyak menyuguhkan pelbagai sudut pandang terkait dengan majelis-majelis duka Imam Husain As ini.

Kendati para musuh, telah berupaya keras dan luas untuk menyelewengkan peristiwa besar ini namun berkat majelis-majelis duka ini Islam akan tetap senantiasa hidup dan gaung perjuangan melawan tirani, kezaliman, agresi yang merupakan slogan-slogan Imam Husain As akan selalu bergema di seantero bumi.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya menjaga, memelihara dan menghidupkan peristiwa Asyura merupakan sebuah masalah yang disokong oleh akal sehat manusia dan cara-cara serta metode para Imam Maksum As untuk menghidupkan acara-acara dan majelis-majelis seperti ini. Dalam hal ini, Imam Ridha As bersabda, “Yang senantiasa menjadi metode ayahku (Imam Musa bin Ja’far As) setiap kali bulan Muharam tiba merupakan hari menangis dan musibah baginya dan tidak terlihat tawa dari wajahnya hingga lewat hari kesepuluh (Asyura), hari kesepuluh (Asyura) adalah hari tangisan, musibah dan duka baginya.”[2]

Alqamah bin Muhammad Hadhrami berkata, “Imam Baqir As menangis dan meratap untuk Imam Husain As. Imam Baqir As memerintahkan kepada siapa saja yang ada di rumahnya untuk menangis. Beliau mengadakan majelis duka di rumahnya dan menyampaikan ucapan duka sesama mereka.”[3]

Harus diketahui bahwa Imam Husain bin Ali As dengan kedudukan dan derajatnya di hadapan Tuhan tidak memerlukan acara-acara duka seperti ini, melainkan penegasan para Imam Maksum supaya majelis-majelis seperti ini diadakan lantaran pengaruh dan keberkahan yang ditebarkan oleh majelis-majelis seperti ini yang di antaranya adalah sebagai berikut:[4]

1. Menciptakan persatuan dan kesatuan di antara barisan pengikut Imam Husain As; sebagaimana ritual haji yang menciptakan persatuan dan kesatuan antara mazhab-mazhab Islam. Majelis-majelis duka seperti ini menciptakan persatuan, kesatuan dan koordinasi di antara para Syiah dan kecintaan kepada Imam Husain As akan semakin kuat.

2. Mengenalkan cara dan tradisi para Imam kepada masyarakat; karena majelis-majelis duka ini adalah kesempatan yang terbaik untuk menjelaskan sirah dan tujuan-tujuan para Imam mengadakan majelis-majelis duka seperti ini. Dengan mengadakan majelis seperti ini tersedia ruang yang lebih untuk menerima perkara-perkara seperti ini.

3. Menciptakan rajutan hati dan memanfaatkan perhatian khusus para Imam Maksum As; karena para Imam Maksum As sangat menganjurkan diadakannya majelis-majelis seperti ini dalam sabda-sabda mereka. Pengadaan majelis-majelis seperti ini pada hakikatnya mematuhi dan menaati instruksi-instruksi para Imam Maksum As. Jelaslah, ketaatan kepada instruksi para Imam Maksum As ini tidak akan berlalu begitu saja tanpa adanya jawaban dari mereka.

4. Tatkala menjelaskan tragedi Asyura, maka kita menjelaskan pelbagai kezaliman, penyelewengan, kemungkaran musuh-musuh Islam. Dengan demikian kedok asli para pengklaim khilafah Islam akan tersingkap dan benak para penyampai dan pendengar terhadap pelbagai penyimpangan yang terdapat pada masyarakat akan terbuka dan berada pada tataran perbaikan masyarakatnya sendiri, dengan menjauhi Yazid pada setiap zaman dan menaati Imam Husain zamannya. Mereka akan mendapatkan bahwa pelbagai kezaliman, penyelewengan dan kemungkaran tidak terkhusus pada masa dan zaman tertentu dan pada setiap zaman boleh jadi masyarakat akan mengalami peristiwa semacam ini. Dengan kata lain, majelis-majelis duka seperti ini akan menjadi pencerahan dan media untuk memperoleh pengetahuan bagi manusia terhadap zamannya. Pada majelis-majelis ini manusia akan mengetahui apa saja yang menjadi tugas dan kewajibannya.

Keempat poin ini merupakan sebagian pengaruh dan keberkahan majelis-majelis duka Aba Abdillah Husain As. Apabila majelis-majelis seperti ini ditiadakan atau diliburkan, maka masyarakat akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pengaruh dan keberkahan ini.

Poin yang harus mendapat perhatian ekstra di sini bahwa penyelenggaraan dan peringatan tragedi besar Asyura harus dilaksanakan sebaik mungkin; boleh jadi kita mampu mengadakan seminar ilmiah atau membuat film, menulis buku dan roman, untuk memperingati tragedi ini namun hal ini bukan merupakan sebaik-baiknya cara untuk mengenang peristiwa Asyura.

Karena manusia merupakan sekumpulan pelbagai dimensi keilmuan, sosial, insting, afeksi, perasaan dan sebagainya. Apabila kita ingin memperingati sebuah kejadian dan peristiwa seperti peristiwa Karbala dengan baik dan membuat manusia memanfaatkan pelbagai anugerah ini, maka kita harus mengagungkan dan memperingatinya dengan memerhatikan pelbagai dimensi wujud manusia ini. Karena itu, majelis-majelis duka Imam Husain As telah mentradisi semenjak masa para Imam Maksum As hingga hari ini yang senantiasa disertai dengan kesedihan, air mata, penjelasan musibah-musibah, sedemikian sehingga membangkitkan pelbagai perasaan dan afeksi manusia. Karena itu, majelis duka Asyura merupakan sebaik-baik media untuk menghidupkan dan memperingati majelis-majelis seperti ini; karena dengan cara ini, di samping mengenal pelbagai hal partikular di dalamnya juga menciptakan jalinan mendalam pada jiwa setiap orang yang hadir sehingga setiap orang memandang dirinya bertugas untuk mengadakan majelis-majelis seperti ini dan berupaya melangsungkan majelis-majelis duka dengan pelbagai fasilitas yang ada (harta, ilmu, pena, penjelasan dan sebagainya).

Akan tetapi, dalam hal ini kita harus senantiasa memerhatikan berbagai penyimpangan dan sikap ekstrem yang selalu diperingatkan oleh para Imam Maksum As kepada kita.

Di samping itu, mengingat bahwa Husain bin Ali As adalah syahid di jalan kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan, seluruh generasi, sesuai dengan hukum fitrah kemanusiaannya dan perasaan pengenalan kepada kebenaran, akan memandang dirinya wajib untuk bersyukur dan berterima kasih atas pengorbanan jiwa Imam Husain As dan para sahabatnya (dengan mengadakan majelis-majelis duka seperti ini).

Karena itu, apa yang telah dijelaskan di atas sejatinya manusialah yang harus menjaga dan memelihara nilai-nilai kemanusiaan ini dan gerakan ke arahnya lantaran merekalah yang sebenarnya membutuhkan hal ini supaya nama dan kenangan Imam Husain As senantiasa hidup. Sekiranya suatu hari kelak nilai-nilai dan gemblengan-gemblengan dan cita-cita beliau dilupakan, maka manusialah yang akan menanggung beban kerugian.

Hal ini mendapatkan penegasan dan sokongan dari ayat al-Qur’an. Al-Qur’an dalam surah Ibrahim menitahkan kepada Nabi Musa As untuk memperingati hari-hari Allah, “Wadzakkirhum bi ayyamiLlah inna fi dzalika laayatin likkuli shabbarin syakur.” (Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.” Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur, Qs. Ibrahim [14]:5)

Allamah Thabathabai dalam menafsirkan ayat ini menuturkan, “Secara pasti, yang dimaksud dengan hari-hari Allah adalah hari-hari tatkala titah Allah, keesaan-Nya, kekuasaan-Nya tampak nyata atau akan nyata. Dan juga hari-hari ketika rahmat Ilahi telah tampak; tentu saja hari-hari tatkala pelbagai nikmat Ilahi sedemikian jelas sehingga pada hari-hari sebelumnya tidak sejelas dibandingkan dengan hari-hari ini; seperti hari ketika Nabi Nuh As keluar dari bahteranya dan hari tatkala Nabi Ibrahim As memperoleh keselamatan dari api..”[5]

Atas dasar itu, peristiwa Asyura, kelestarian dan kehidupan Islam dengan duka Husain bin Ali As dan para sahabatnya, merupakan salah satu contoh hari-hari Allah Swt dan kita semuanya memiliki tugas untuk mengenang, memperingati dan mengagungkan hari-hari tersebut.

[1]. Bihâr al-Anwâr, Allamah Majlisi, jil. 44, hal. 292. Wasail al-Syiah, jil. 3, hal. 282.

[2]. Wasâil al-Syiah, Syaikh Hurr Amili, jil. 10, hal. 394.

[3]. Wasâil al-Syiah, Syaikh Hurr Amili, jil. 10, hal. 398.

[4]. Untuk telaah lebih jauh, silahkan lihat, Indeks: Tangisan Para Penziarah Baqi.

[5]. Al-Mizân, Allamah Thabathabai, (Terjemahan Persia), Muhammad Baqir Musawi Hamadani, jil. 2, hal. 23.

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.