Apa defenisi kemandirian ekonomi itu dalam satu negara?

Sebelum menjawab, perlu kiranya disebutkan satu pokok (penjelasan); dalam berbagai (konsentrasi) keilmuan, harus diyakini validitas penelitian dan nilai pokok istinbâth (inferensi) akal, bahkan pada kebanyakan dari ilmu-ilmu pengetahuan, akal menemukan infomasi-informasi juga menempatkan keterangan-keterangan serta aturan-aturan.
Benar bahwa dalam agama telah disebutkan sebagian ilmu-ilmu pengetahuan dan bahasan-bahasan keilmuan, yang lurus dan bebas.[1] Oleh karenanya, pada kebanyakan dari ilmu-ilmu pengetahuan, akal harus menjadi poros (pusat) pembahasan, sehingga dapat diterima keabsahannya ketika tidak bertentangan dengan langkah-langkah syariat. Agama juga pada bagian tersendiri sangat berhasrat dalam kemajuan ilmu dan hal ini dapat diperoleh dari penekanan dalam pembelajaran dan penguasan atas ilmu tersebut.
Oleh itu patut untuk disebutkan, pada kebanyakan dari ilmu-ilmu pengetahuan pada dasarnya hanya menyebutkan anjuran-anjuran umum dan selebihnya menjadi tanggungjawab akal manusia sehingga dalam kurun waktu dapat meneliti berbagai ilmu-ilmu pengetahuan dan menghimpun tiap perangsang kemajuan ilmu tersebut.
Yang dimaksud dari ilmu-ilmu pengetahuan ini adalah ilmu Ekonomi; Islam dalam ilmu ini hanya menyebutkan anjuran-anjuran umum dan penting yang mana kebanyakannya adalah dalam pematuhan etika dam moralitas dalam aktivitas perekonomian.
Nah, dengan pendahuluan ini, kita akan menelusuri makna kemandirian ekonomi:

Ekonomi Mandiri
Maksud dari kemandirian ini adalah masyarakat umum dapat bereproduksi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dalam batas mensejahterakan (diri), dan tidak membutuhkan dan bergantung pada orang lain dalam menjalankan persoalan ekonomi. meskipun sebagian dari kebutuhan-kebutuhan ekonomi untuk biaya yang lebih minim atau dengan tujuan lain lebih memilih impor dari luar negeri.[2]
Mereka dalam mendefenisikan kemandirian mengatakan kemandirian berarti memiliki kemampuan memilih dan berkegiatan politik, bersama dengan implementasi tiap pilihan dan kebijaksanaan dalam jangkauan hukum pemerintahan. Jika kita menganalisa defenisi ini, terdapat tiga unsur di dalamnya, kewenangan dalam memilih, kewenangan dalam menjalankan pilihan, wilayah (teritorial) hukum pemerintahan yang dapat (dipakai) kembali. Atas dasar ini sebagaimana suatu bangsa tanpa terpengaruh lingkungan luar umumnya dari satu daerah (wilayah) dan kekuatan, dapat memberi pengaruh internasional, menyusun kegiatan-kegiatan politik besar-besaran, perekonomian, sosial dan budaya bangsa, (maka) hal tersebut dinamakan bangsa mandiri.[3]

Ekonomi Mandiri dalam Pandangan Konstitusi Iran
Dalam Undang-undang Dasar Republik Islam Iran, telah ditekankan bahwa ekonomi iran harus mencapai tingkat swasembada dan kemandirian dan terlepas dari (segala bentuk) keterikatan. Prinsip 43 Undang undang Dasar, adalah satu prinsip (dasar) dimana prinsip prinsip ekonomi negara dijelaskan dan sepanjang bagan perundangan (di situ) ekonomi mandiri juga dijelaskan:
Pasal kesembilan dari prinsip ini mengisyaratkan keterikatan ekonomi Iran, resolusi UUD dalam hal ini adalah peningkatan produktivitas (dalam bidang) pertanian, peternakan dan pabrik sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan umum.

Pasal Kesembilan dari Prinsip 43 Undang-undang Dasar Republik Islam Iran:
Penekanan atas peningkatan produktivitas (bidang) pertanian, peternakan, pabrik yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum dan membawa negara pada tingkat swasembada serta terlepas dari keterikatan ekonomi.
Dalam rangkaian ini, salah satu tujuan mulia Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran yaitu realisasi ekonomi mandiri dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tahapan perkembangan sedang orang-orang dalam dimana masyarakat islam hidup didalamnya.
Oleh itu, kemandirian ekonomi berarti swasembada dalam memenuhi kebutuhan pokok dan menghalangi dominasi negara lain atas ekonomi dalam negeri.
Nah, tersisa satu pokok (bahasan) yaitu apakah impor dari negara lain bertentangan dengan ekonomi mandiri? Nampaknya, impor suatu negara tidak hanya bertentangan dengan kemandirian ekonomi akan tetapi bahkan juga membantu membentuk kemandirian ini. Akan tetapi yang bertentangan dengan kemandirian adalah keterikatan dan ketergantungan (terhadapnya); yaitu sedemikian terikat nya dimana jika impor tersebut perputus, kehidupan satu negara mengalami gangguan (kacau). Akan tetapi jika ketergantungan ini tidak dalam batas esensial dan juga tidak berlebih-lebihan, maka hal itu tidak akan bertentangan dengan kemandirian ekonomi.[4] [iQuest]

[1]. Muhammad Ali Ridhai, Pazyuhesy dar I’jâz Ilmi Qur’ân, hal. 39, Kitab Mubin, Rasyt, Tahun 1381 S.
[2]. Mahdi Hadawi Tehrani, Maktab wa Nizhâm Iqtishâdi Islâm, hal. 83, Nainawa, Tahun 1383 S.
[3]. Rembukan pikiran para dosen dan mahasiswa teladan.
[4]. Murtadha Muthahari, Majmu’e Âtsâr, jil. 24, hal. 238, Shadra, Tehran, Tahun 1381 S.

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.