Apa saja sebaik-baik nazar yang bisa membuat hajat kita terpenuhi?

Salah satu cara untuk memohon agar hajat terpenuhi adalah bernaza. Nazar memiliki aturan dan tata caranya yang khas. Salah satunya adalah, nazar diucapkan dengan sighah (formula tertentu), meski juga tidak harus dengan bahasa Arab. Misalnya, dalam bernazar kita berkata: Aku bernazar jika penyakitku disembuhkan maka “untuk Tuhan atasku” (lillahi ‘alayya) untuk bersedekah seratus ribu rupiah kepada orang miskin. Maka nazar seperti itu sah hukumnya. Yang termasuk syarat nazar lainnya adalah, orang yang bernazar harus mukallaf (memiliki taklif dan kewajiban syari) dan berakal (tidak gila atau tidak sadar), serta bernazar dengan ikhtiar atau kehendaknya sendiri.

Karena itu nazar orang yang terpaksa atau orang yang bernazar karena emosi saat marah tidaklah sah. Selain itu perbuatan yang diniatkan untuk dilakukan dalam bernazar seharusnya merupakan amal perbuatan yang memiliki keutamaan yang layak untuk dilakukan; itu pun harus sesuai dengan kemampuan si pelaku yang bernazar. Jadi, nazar adalah mewajibkan diri untuk melakukan amal perbuatan baik untuk Allah, atau meninggalkan perbuatan-perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan untuk Allah juga.[1]

Adapun nazar manakah yang memiliki dampak yang lebih tinggi untuk mengabulkan hajat, berdasarkan kajian yang telah dilakukan terbukti bahwa bernazar untuk para imam suci memiliki khasiat yang tinggi. Sebagai contoh, seseorang bernazar jika hajatnya dikabulkan Allah, ia akan mengkhatamkan Quran dan pahalanya dihadiahkan kepada salah satu 14 manusia suci, atau berpuasa atau membaca ziarah Asyura selama empat puluh hari.

Hanya saja poin penting yang perlu diingat, mungkin kita sering bernazar dengan berbagai macam nazar namun hajat yang kita inginkan tak kunjung terkabul; hal itu bukan berarti nazar kita tidak berguna, hal itu tak mengurangi nilai nazar kita; namun karena mungkin hajat tersebut tidak maslahat untuk kita, dan jika seandainya dikabulkan ujungnya kita nanti yang malah merugi, maka Allah tidak mengabulkannya, atau menunda pengabulan-Nya. Karena betapa banyak hal yang tidak kita sukai namun ternyata baik untuk kita, dan betapa banyak yang kita sukai ternyata justru buruk untuk kita. Jadi jika bagi Allah suatu hajat baik untuk kita maka Ia akan mengabulkannya; dan jika tidak baik, maka Ia menunda atau tidak mengabulkannya, namun bukan berarti nazar itu tidak berguna. [iQuest]

[1]. Taudhih al-Masâil Marâji’, jil. 2, hal. 609-612.

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.