Tatkala Allah Swt menciptakan segala sesuatu material dari ketiadaan mutlak, apakah hal itu berarti bahwa kekuatan-Nya telah terefleksi dalam bentuk, format dan kekuatan materi?

Dengan Nama-Nya
Yang Mahatinggi

 

Pengguna Site Tanya Islam Yang Budiman, 

Benar, memang demikianlah makna penciptaan
dari ketiadaan; karena ketiadaan bukanlah sesuatu hingga Tuhan menciptakannya.
Dalam sebagian riwayat juga disebutkan bahwa kudrat mutlak Tuhan, disertai dengan
kesatuan dan sifat-sifat Ilahi lainnya dan keluar dari batasan ilmu manusia,
ketika menciptakan seluruh makhluk dari ketiadaan sejatinya makhluk-makhluk ini
merupakan cermin dan refleksi kekuasaan (kudrat) mutlak Ilahi.

Terminologi refleksi (in’ikas)[1]
dalam riwayat disebutkan dengan kalimat teralisirnya sifat (wuqu’ shifat):

“Allah Swt semenjak azal adalah
Tuhan kita dan ilmu adalah zat-Nya sementara tiada sesuatu pun yang diketahui
dan mendengar adalah zat-Nya sementara tiada sesuatu apa pun yang terdengar,
dan melihat adalah zat-Nya sementara tiada sesuatu apa pun yang terlihat,
kudrat adalah zat-Nya sementara tiada sesuatu apa pun yang memiliki kudrat dan
tatkala Dia menciptakan segala sesuatu maka segala sesuatu itu pun menjadi
diketahui; ilmu dari-Nya mewujud pada maklum, pendengaran pada yang
terdengar,  penglihatan pada yang
terlihat, kudrat pada yang dikuasai.”[2]

Artinya Allah Swt adalah mutlak dan
tiada perbedaan pada zat-Nya dengan sifat. Allah Swt tidak dapat dikenal bagi
kita melalui perantara zat. Namun setelah penciptaan makhluk-makhluk dari
ketiadaan, kemudian makhluk-makhluk-Nya ini, menjadi tanda-tanda-Nya, reflektor
dan manifestasi-Nya sehingga Tuhan dikenali dengan ciptaan-ciptaan-Nya. Hal ini
sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Qudsi firman Allah Swt yang menyatakan,
Kuntu kanzan makhfiyan fa ahbabtu an 
u’raf fakhalaqtu al-khalqa likai u’raf.”
Aku adalah khazanah
tersembunyi kemudian Aku ingin supaya dikenal lalu Aku ciptakan makhluk supaya
Aku dikenal.”[3] [Tanya Islam.Net]

  

 



[1]. In’ikâs adalah manifestasi dalam
terminologi-terminologi Irfan.
 

[2]. Kulaini, al-Kâfi,
jil. 1, hal. 107, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.

[2] «عَنْ أَبِي بَصِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ
اللَّهِ ع يَقُولُ لَمْ يَزَلِ اللَّهُ عَزَّ وَ جَلَّ رَبَّنَا وَ الْعِلْمُ
ذَاتُهُ وَ لَا مَعْلُومَ وَ السَّمْعُ ذَاتُهُ وَ لَا مَسْمُوعَ وَ الْبَصَرُ
ذَاتُهُ وَ لَا مُبْصَرَ وَ الْقُدْرَةُ ذَاتُهُ وَ لَا مَقْدُورَ فَلَمَّا
أَحْدَثَ الْأَشْيَاءَ وَ كَانَ الْمَعْلُومُ وَقَعَ الْعِلْمُ مِنْهُ عَلَى
الْمَعْلُومِ وَ السَّمْعُ عَلَى الْمَسْمُوعِ وَ الْبَصَرُ عَلَى الْمُبْصَرِ وَ
الْقُدْرَةُ عَلَى الْمَقْدُورِ»

[3]. Qadhi Nurullah
Susytari, Ihqâq al-Haq, jil. 1, hal. 431, Maktabat Ayatullah
al-Mar’asyi, Qum, 1409 H.

 

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.