Dalam pandangan al-Quran, yang manakah teladan-telan negatif?

Memperkenalkan teladan dan uswah[1] dalam al-Quran, tidak harus khusus dengan contoh-contoh yang baik, bahkan orang-orang yang memiliki akhir buruk dan tersesat, dengan keistimweaan yang mereka miliki, bisa juga diperkenalkan, supaya menjadi pelajaran bagi manusia, dan memberikan perintah untuk menjauhi atau membimbing mereka.
Secara global, al-Quran menyebutkan orang-orang seperti para qarun, para firaun, munafikin, dan para tagut, sebagai kelompok yang mendapat murka Allah; dan mengutarakan teladan-teladan sesat seperti pemuja hawa nafsu, musyrikin, mereka yang menerima pemerintahan yang tak berhak dan mendatangi selain Tuhan, dan tidak mentaatinya.[2]
Sebagai contoh, di bawah ini kami akan menyajikan beberapa kasus:

Mereka yang dimurkai dan tersesat: “… (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”[3]

Ayat ini memperkenalkan bahwa jalan yang lurus dan benar adalah jalan mereka yang mendapatkan kenikmatan Ilahi, seperti: para nabi, shadiqin, syuhada dan orang-orang yang saleh,[4] akan tetapi pada sisi itu, kita dihalangi dari bahaya-bahaya penyimpangan dan berada di garis-garis yang tersesat. Dan dengan mengatakannya dalam shalat-shalat, kita memohon kepada Allah supaya tidak termasuk dalam lintasan orang-orang yang tersesat dan dimurkai-Nya.
Oleh karena itu manusia dalam lintasan kesempurnaan maknawinya tidak boleh menempatkan pembimbing dari orang-orang yang mendapat kemurkaan Allah atau orang-orang yang sesat.

Para pengkhianat: Istri Nabi Luth dan Nuh, kendati mereka hadir di sisi para nabiullah, akan tetapi merupakan teladan-teladan dalam kekafiran dan pengkhianatan, sebagaimana kita baca dalam al-Quran, “Allah menjadikan istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. Kedua suami mereka itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah. (Kepada mereka) dikatakan, “Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”[5]

Ayat-ayat yang terdapat kata lâ tuthi’, lâ-tuthî’û, lâ-tattabî’, merupakan contoh dari hal-hal yang negatif, seperti, “Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu…”[6]
Para pemboros, seperti yang dikatakan pada ayat, “dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melewati batas.”[7]
Para pembuat kerusakan, seperti yang diutarakan oleh ayat, “… dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.”[8]

[1]. Teladan dalam makna leksikal berarti contoh, dan bentuk sesuatu yang diambil dari guntingan kertas, misalnya contoh model baju dimana penjahit akan memotong kainnya berdasarkan bentuk contoh ini. Sedangkan kata uswah, adalah dengan makna pemimpin, pendahulu, pembesar, dan apa yang dengannya akan menghibur seseorang, Amid, Hasan, Farhangge Fârsi, hlm. 129 dan 166, Intisyarate Rahe Rusyd, cet. Pertama, 1389 S.
[2]. Qiraati, Muhsin, Pursesy wa Pâsukhhâye Qurâni, hlm. 19, Markaz Farhanggi Darsho-i az Quran, Teheran, cet. Kedua, 1389 S.
[3]. (Qs. Al-Fatihah [2]: 7)
[4]. Rujuklah: indeks-indeks: Ajaran-ajaran Surah al-Fatihah, pertanyaan 24391, Para Penerima Nikmat, Penerima Murka dan Yang Tersesat, pertanyaan 16437.
[5]. (Qs. At-Tahrim [66]: 10)
[6]. (Qs. Al-Ahzab [33]: 48)
[7]. (Qs. Asy-Syuara [26]: 151)
[8]. (Qs. Al-A’raf [7]: 142)

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.