Sehubungan dengan pertanyaan bagian pertama harus dikatakan bahwa apabila dalam sebuah penggalan dalam al-Quran atau riwayat telah dijelaskan bahwa Allah Swt mengetahui sesuatu maka hal ini tidak serta merta bermakna bahwa manusia tidak dapat mengetahui hal tersebut. Atas dasar itu, anugerah Ilahi atas seluruh makhluk dengan menaklukkan langit-langit dan bumi baginya, tidak mengingkari realitas ini bahwa manusia sendiri dengan pelbagai usaha di berbagai bidang industri, pertanian dan lain sebagainya, manusia dapat memberdayakan anugerah Ilahi ini atau menyiapkan cara-cara eksplorasi yang lebih baik untuk dirinya. Harap cermati ayat berikut ini:
“Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan perintah-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (Qs. Ibrahim [14]:32)
Dengan model penalaran yang Anda kemukakan dalam pertanyaan maka kesimpulannya adalah bahwa di samping Allah Swt menyandarkan pada dirinya penciptaan langit-langit dan bumi, menurunkan air hujan dan sesuai dengan ungkapan Anda, kemudian industri meterologi dipersoalkan? Mengingkari pertanian dan industri perkapalan serta teknologi transformasi air kanal-kanal yang telah digali manusia; yang telah ada semenjak ribuan tahun sebelum Islam; kemudian harus dianggap tidak bernilai dan tidak memiliki konsideran! Karena semua ini bersumber dari-Nya.
Kami meyakini bahwa tatkala manusia menguasai beberapa bagian kecil ilmu pengetahuan; yang tidak akan dapat terwujud tanpa izin Allah; maka ilmu itu tidak berseberangan dengan pengetahuan Tuhan, sebaliknya bahwa Allah Swt mengetahui segala sesuatu, entah manusia mengetahuinya atau tidak!
Apabila Tuhan menjelaskan bahwa Dia mengetahui apa yang dibicarakan manusia
[1] atau apa yang terlintas dalam benak manusia, tidak terlepas dari cakupan pengetahuan-Nya,
[2] apakah hal ini bermakna bahwa manusia itu sendiri tidak mengetahui apa yang dibicarakan atau apa yang terbersit dalam hatinya?
Atas dasar itu, apabila Tuhan menjelaskan bahwa Dia mengetahui segala sesuatu, maka terdapat kemungkinan bahwa manusia dapat menyingkap sebagian kecil darinya dan memanfaatkannya dalam kehidupannya yang tentu saja terlaksana berkat kehendak Tuhan.
Hal lainnya adalah bahwa meski kita menerima seluruh kemajuan pengetahuan manusia, harus kita akui pengetahuan ini terbatas dan tidak dapat dibandingkan dengan ilmu dan pengetahuan Tuhan bahkan pada bidang-bidang yang telah diketahui manusia tetap saja terdapat perbedaan fundamental. Sebagai contoh perbedaan-perbedaan fundamental itu dapat dikaji pada dua bahasan berikut ini:
Anda menjadikan kemajuan pengetahuan manusia yang sangat minim pada identifikasi jenis kelamin janin atau diagnosa sebagian penyakitnya; itu pun pada kebanyakan persoalan tidak begitu mujarab sehingga mau membandingkannya dengan pengetahuan Tuhan!
Apabila Tuhan menjelaskan bahwa Dia mengetahui apa yang ada di dalam rahim ibu. Hal ini tidak bermakna bahwa hanya Dia yang mengetahui jenis kelaminnya sehingga dengan adanya ilmu Sonograpi kita ingin menunjukkan pengetahuan Tuhan adalah sesuatu yang mirip dengan pengetahuan manusia! Tidak bahkan Dia, meminjam tuturan Imam Ali As, di samping mengetahui jenis kelamin seluruh janin, dan mengetahui janin-janin itu cantik atau jelek? Dermawan atau pelit? Celaka atau bahagia? Menjadi bahan bakar neraka atau teman para nabi di Surga?
[5] Dan juga Allah Swt semenjak awal, secara persis mengetahui bahwa janin hingga kapan berada dalam rahim ibu. Apakah sebelum sembilan bulan, dengan dalil apapun, misalnya mengalami keguguran atau lahir dalam kondisi prematur? Apakah ia akan menjejakkan kakinya pada masa yang telah ditentukan? Atau akan tinggal lebih lama dalam rahim ibunya?
[6] Apakah ada dokter spesialis dapat melontarkan klaim seperti ini? Apakah manusia telah mampu sampai pada level pengetahuan seperti ini?
Boleh jadi manusia mampu memprediksikan kondisi cuaca hingga pada level tertentu atau bahkan menyuburkan awan-awan sehingga dapat memindahkan tetesan-tetesan hujan namun apakah ia dapat menghalangi benturan bintang-bintang bumi dengan benda-benda langit atau mengawasi supaya gerak bumi tidak menyimpang dari jalurnya?
Karena itu pada setiap kemajuan baru dalam ilmu pengetahuan kita juga harus memiliki keyakinan bahwa masih banyak yang belum ditemukan sehingga untuk sampai pada semua itu kita harus melewati jalan yang panjang dan berliku. Hal inillah yang menjadi dalil kita memandang ilmu dan pengetahuan tidak statis dan berhenti pada satu titik. Semakin kita menemukan sesuatu yang baru maka hal itu seharusnya membimbing kita pada satu Sosok Mahakuasa yang mewujudkan tatanan dan sistem ini, bukan dengan memiliki pengetahuan terbatas, menilai diri kita tidak lagi membutuhkan Tuhan.
Adapun terkait dengan bagian akhir pertanyaan Anda juga, meski Anda tidak menyodorkan dalil terkait dengan perbedaan ayat al-Quran dengan kandungan-kandungan buku-buku Biologi namun dengan memperhatikan pertanyaan-pertanyaan yang mirip dalam hal ini kami memandang perlu menyebutkan beberapa poin berikut ini:
Harap diketahui bahwa meski pada masa kemunculan Islam, ilmu Sonograpi belum ditemukan hingga masa perkembangan janin dapat diketahui, namun sejarah menunjukkan bahwa masyarakat pada waktu itu, paling tidak mereka mengetahui bentuk lahir janin dalam beberapa tingkatan. Karena boleh jadi janin-janji dalam beberapa bulan usianya dan disebabkan oleh kurangnya fasilitas kedokteran atau dengan sebab-sebab lainnya mengalami keguguran, khususnya para dokter dan tabib dengan melihat langsung dan otopsi, mengetahui beberapa perubahan pada beberapa periode kehamilan dan apabila pada ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan proses perkembangan janin, berlawanan dengan pengetahuan umum, maka sudah barang tentu akan diingkari.
Keraguan yang muncul bagi sebagian orang terkait dengan ayat ini dan keselarasannya dengan pengetahuan moderen bersumber dari penilaian mereka terkait dengan perkembangan janin pada ayat yang dijelaskan dengan redaksi kata “
tsumma” yang dimaknai sebagai satuan urutan waktu (kemudian) dan sebagai contoh mereka mengkritisi bahwa munculnya tulang-tulang dan tertutupnya tulang-tulang tersebut oleh daging pada tingkat selanjutnya tidak selaras dengan ilmu kedokteran modern.
Dengan sedikit mengkaji dalam sastra Arab dan juga ayat-ayat al-Quran akan kita jumpai bahwa kata “
tsumma” tidak selamanya bermakna urutan waktu (kemudian) sehingga memunculkan persoalan seperti ini! Coba cermati ayat ini,
“Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka (pada saat kamu masih hidup) atau Kami wafatkan kamu (sebelum mereka disiksa), maka kepada Kami jualah mereka kembali, dan (tsumma
) Allah menjadi saksi (mengetahui) atas apa yang mereka kerjakan.” (Qs. Yunus [10]:46) Apakah ada seorang Muslim, dengan bersandar pada ayat ini atau dengan memperhatikan kata “
tsumma” dapat meyakini bahwa sekarang Tuhan tidak mengetahui perbuatan kita karena Allah Swt berfirman bahwa mula-mula mereka akan kembali kepada kami “
tsumma” (kemudian) Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan?!
Tentu saja tidak demikian, melainkan dalam beberapa hal yang terjadi bersamaan dapat digunakan kata “
tsumma” dan kenyataannya perkembangan anggota badan satu janin juga terjadi pada satu masa dan tidak dapat dijelaskan bahwa pertama-tama satu tingkatan dari perkembangan telah berakhir dan kemudian tingkatan berikutnya dimulai. Berdasarkan hal ini, ayat 14 surah al-Mukminun (23),
[7] menyinggung tentang proses lahir janin yang dapat dipahami oleh semua orang tanpa harus mengetahui urutan waktu yang akuratnya, sehingga dengan demikian kehidupan manusia, pertama-tama bermula dari nutfah (sperma) kemudian setelah beberapa lama, berbentuk
‘alaqah (segumpal darah) dan setelah beberapa waktu berubah menjadi
mudgah (segumpal daging),
[8] kemudian terbentuk tulang dan pada saat yang sama simpulan daging badannya telah sempurna kemudian dalam bentuk yang baru, hingga masa kelahiran, tetap hidup yang dijelaskan Allah Swt demikian. Allah Swt pada tataran mengabarkan kepada manusia bahwa hanya Dia yang dapat membimbing proses rumit seperti ini dan menyampaikannya pada tujuannya. Di samping itu, ilmu modern juga tidak menunjukkan hal-hal yang bertentangan dengan kandungan-kandungan ayat ini.
Untuk dicermati bahwa sebagian ilmuan memandang tumbuhnya tulang terlebih dahulu atas daging adalah sebuah teori yang dapat dipertahankan dan merupakan salah satu bentuk kemukjizatan al-Quran. Mereka berkata, “Pembentukan tulang-tulang lebih dahulu terjadi atas munculnya daging dan hal ini merupakan sebuah realitas dimana para embriolog pada abad duapuluh dengan memanfaatkan alat-alat ultra modern scanner telah berhasil menemukan hal tersebut. Sebelum masa ini, manusia beranggapan bahwa daging muncul terlebih dahulu sebelum tulang-tulang. Bukti dari hal ini adalah gambar yang diambil pada minggu ketujuh masa kehamilan, sebelum munculnya daging (padahal panjang janin adalah 33 milimeter). Gambar ini diambil dengan menggunakan alat pemotret yang sangat akurat bukan sinar X. Gambar ini merupakan sebaik-baik dalil bahwa pembentukan tulang-tulang terjadi sebelum munculnya daging segara setelah tingkat (minggu) ketujuh, karena apabila tulang-tulang terbungkus daging, maka ia tidak dapat diambil kecuali dengan sinar X.
[9]