Apakah neraka itu dibuat di bumi dan surga di langit?

Setelah menetapkan adanya surga dan neraka, salah satu pembahasan yang berkaitan dengan itu adalah letak surga dan neraka. Pertanyaan ini semenjak dahulu mengemuka dalam pikiran setiap Muslim bahkan pengikut agama-agama lainnya.

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa seorang Yahudi bertanya kepada Imam Ali As, “Di manakah surga dan neraka itu?” Imam Ali As menjawab, “Surga di langit dan neraka di bumi.”[1]

Sebenarnya Di manakah letak Surga dan Neraka?

Mengingat bahwa pembahasan surga dan neraka, pembahasan luas, letak dan bagaimana bentuknya; berkaitan dengan sebuah alam non-material maka untuk mengenal masalah-masalah ini juga harus melalui berita-berita gaib, ayat-ayat dan riwayat-riwayat.

Terkait dengan inti keberadaan surga dan neraka, terdapat banyak ayat dan riwayat yang mengulasnya.[2] Sehubungan dengan letak surga dan neraka, dari kesimpulan ulama atas beberapa riwayat adalah bahwa surga berada di atas tujuh petala langit dan neraka terletak di lapisan ketujuh bumi.[3]

Namun kita tahu apa yang dimaksud dengan langit dan bumi dalam riwayat-riwayat semacam ini adalah langit dan bumi dalam artian lahir atau tidak? Dalam al-Quran langit disebutkan dengan makna yang beragam:

Langit Material
Al-Quran pada kebanyakan ayat menggunakan kata sa-ma (langit) dengan artian materi yang menyebutkan obyek-obyek dan makna-maknanya. Di antara ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Langit bermakna arah atas, “Ashluhâ tsâbit wa far’uhâ fi al-samâ; “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Qs. Ibrahim [14]:24)
Langit bermakna suhu udara di sekeliling bumi, “Wa nazzalnâ min al-samâ mâ’an mubârakan;” “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (Qs. Qaf [50]:9)
Langit yang bermakna tempat bintang-bintang dan galaksi-galaksi: “Maha Agung nan Abadi Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (Qs. Furqan [24]:61)

Langit non-material
Al-Quran pada kebanyakan ayat menggunakan kata sa-mâ (langit) yang bermakna non-material yang juga menyebutkan ragam obyek dan makna. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Langit bermakna makam qurb dan makam hudhur yang merupakan tempat pengaturan segala urusan alam semesta: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya pada satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (dan dunia pun musnah).” (Qs. Al-Sajdah [32]:5)
Langit yang bermakna entitas tinggi dan hakiki:[4] “Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Qs. Al-Dzariyat [56]:22)[5]

Terdapat perbedaan pendapat terkait dengan letak surga dan neraka:

Di langit-langit, karena al-Quran mengabarkan tentang mikrajnya Rasulullah Saw ke langit-langit dan menyatakan, “(yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga Al-Ma’wâ. Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu (cahaya cemerlang) yang meliputinya.” (Qs. Al-Najm [53]:15)
Surga dan neraka bukanlah materi sehingga memerlukan tempat. Karena itu untuk menggelar kiamat antara langit dan planet-planet langit akan berbenturan, namun surga dan neraka tetap ada dan tetap dalam kondisinya.
Surga dan neraka terdapat pada dalam dan batin alam semesta ini.[6]

Kesimpulan: Sebagaimana yang telah kami jelaskan, karena masalah ini terkait dengan masalah alam non-material, dan pada ayat-ayat dan riwayat-riwayat – dengan dalil apa pun – tidak disebutkan secara jelas. Karena itu kita tidak dapat melontarkan pendapat yang bersifat pasti tentang masalah tersebut.

[1]. Dailami, Irsyâd al-Qulûb, Penerjamah Ridhai, hal. 178.

[2]. Site Maqalat Ilmi Iran, Ja’far Subhani.

[3]. Bihâr al-Anwâr, jil. 8, hal. 205.

[4]. Silahkan lihat Ma’ârif Qur’ân, Ustad Misbah Yazdi (Intisyarat Dar Rah-e Haq, Qum, 1367 S), hal. 234; Silahkan lihat, Pazyuhesy dar I’jâz ‘Ilmi Qur’ân, Dr. Muhamad Ali Ridha Isfahani, Intisyarat-e Mubin, Rasyt, jil. 1, hal. 134, 1380 S.

[5]. Dengan memanfaatkan Pertanyaan 1756 (Site: 1851)

[6]. Silahkan lihat Paigah Parsemân Qur’âni.

© 2024 Tanya Islam. All Rights Reserved.